Siapa yang tak sakit bila ternyata hidup hidup tak pernah memastikan tentang masa depan. Siapa yang tak mau menangis, bila ternyata selama ini hanya hidup dalam kebohongan. Dan siapa yang tak kanterluka jika ternyata semua yang ada hanya tipu belaka. Dan aku adalah manusia yang merasakan semua itu, manusia yang berwujud lelaki yang tak pernah mampu menjadi orang yang tegar dalam menghadapi kenyataan ini.
Dari dulu, saat aku masih hidup dalam lakon kanak kanak yang masih berumur enam tahun, tanda Tanya besar yang aku miliki. Tetapi, entahlah, aku tak terlalu panjang berfikir pada siapa aku mendapatkan jawaban tentang Tanya itu.
Tentang siapa sebenarnya diriku. Bagaimana dan dimana dulu aku dilahirkan, yah, itulah Tanya yang pertama kali muncul dari benakku. Sebenarnya aku tak pernah menyangka hal ini akan terpikir. Karena, yang ku tahu aku adalah anak yang hidup ditengah tengah keluarga yang cukup punya, seseorang laki-laki yang memiliki ayah bernama fahri, dan pemilik ibu yang bernama zainab.
Tak perna sama sekali aku merasakan susah hidup bersama mereka, semua yang kubutuhkan terpenuhi, dan aku sangat mencintai mereka. Hanya itu yang dapat aku rasakan seamsih aku menyandang umur enam tahun.
Ternya semua itu tiba-tiba sedikit tak lagi terarah, tepatnya saat aku sering dipanggil Galih oleh para tetangga, sebuah nama yang tak pernah aku dengar dari keluargaku. Nama asing yang membuat aku ingin tahu kenapa orang-orang suka memanggilku dengan nama itu, bukan nama Ilham, gelar pemberian ayah ibuku.
***
Tepatnya pada tanggal 14 April 2009, umurku sudah menginjak angka 18 tahun. Dimana dengan menyandang nama itu, semua orang sudah memandangku dewasa. Secepat itu waktu berlalu, padalah aku masih belum tahu jawaban atas tanyaku itu, Tanya tentang nama galih yang selalu menjadi nama asliku.
Benar! Sudah sebelas tahun aku menangung beban Tanya ini, untuk bertanya pada ayah, aku kurang berani. Tapi Alhamdulillah, Tanya itu tidak terlalu menyiksa hari hariku. Mungkin karena aku terlalu menyibukkan diri dengan sekolahku. Tapi tak dapat dipungkiri tanda Tanya itu seringkali mengusik ketenangan pikiranku.
Sebagai lelaki yang cukup dikenal dewasa, aku mulai memberanikan diri pergi kehadapan tetangga yang sering memanggilku dengan nama itu. Selagi waktu masih sore, aku harus cepat keluar rumah karena, sejam lagi aku harus ke masjid untuk berjamaah sholat magrib.
Aku tutup pintu kamarku dengan pelan, sekiranya anyak tak akan mendengarnya …… setelah aku melangkahkan kaki dari arah kamarku, kira-kira dua tapak kaki. Aku mendengar suara ayah dari ruang kerjanya.
“ma, ilham sudah cukup dewasa. Papa yakin inilah saatnya kita memeberitahunya bahwa kita bukan orang tua kandungnya “ jantungku berdetak tak karuan. Aku tak percaya, aku yakin salah dengar. “ tapi pa, mama tidak siap kalau dia akan tahu sebenarnya tentang semua ini” ternyata akau tidak salah dengar. Aku ternyata bukan anak mereka. Lalu sebenarnya siapa aku,? Tega sekali mereka tidak memberi tahu tentang in padaku, setiknya aku tahu kalau ternyata masih ada orang yang pantai kudoakan selain mereka.
Tak terasa air mataku mengalir deras. Aku Cuma tak menyangka saja, ternyata selama ini aku hanya hidup ditangan orang lain, bukan ditangan orang yang melahirkanku. Aku tak menyangka hidup serumit ini, sunngguh aku tak mampu mendiamkan tangisanku. ..
Serasa aku takkan kuat bila aku harus dikembalikan pada orang tua kandungku, lalu terpisah dengan orang yang selama ini menaungiku. Tidak, aku tak mau hidup tanpa ayah fahri dan ibu zainab, aku terlalu cinta pada mereka. “ma, besok pak galih mau datang kesini, dia mau menjemput ilham lagi. Jadi papa harap mama bersikap sewakarnya” mendengar pernyataan itu, hatiku kacau. Mungkin nama galih yang selama ini tetangga sebut untukku, ia adalah ayah kandungku. Ya Allah, kenapa aku baru sadar sekarang…
Aku lari keluar rumah, sekiranya mereka tak menemukan jejakku. Aku menagis sejadi-jadinya, sekarang aku sudah tahu siapa itu galih, dan kenapa orang-orang memanggilku dengan nama itu. Pantesan ayah fahri dan ibu zainab terlalu memanjakanku, mungkin mereka tahu kalau akau bersama mereka hanyalah sementara saja. Yah, dan besok adalah hari terahir aku beresama mereka.
Tak kusangka matahari sekuat itu menyengat tubuhkuTak pernah berpikir rembulan akan takut
Menampakkan diri pada malam
Dan sama sekali tak mampu ku bayangkan
Ternyata selama ini aku hidup hanyalah sebagai anak titipan..***
Bersambung…………. Di Episode 2
0 Comments