Akhirnya aku harus benar-benar ikut pak galih ke Australia. Menemui ibu kandungku yang baru bangun dari koma,. Yah, ternyata itu alasannya kenapa aku titip pada bu zainab. Karena ibu tak bisa merawatku, dan papa galih takkan mampu, karena ia seorang laki-laki, ia harus juga selalu menjaga ibu dirumah sakit.
Aku mencoba membuka senyumku setelah sampai dihadapan ibu. Aku memeluknya, selayaknya dulu aku memeluk ibu zainab dengan hangat. Air matanya mengalir, dia semakin erat memelukku. Semakin terasa bahwa ia sangat menyayangiku. Meski aku tahu selama ini ia tak pernah merawatku. “ ka.. mu .. gimana keadaannya?” Tanya ibu terbata-bata. Aku menjawabnya dengan balasan senyum.
Aku kembali memeluknya, dan berkata “ilham baik-baik saja bu, seandainya ibu tahu selama ini ilham selalu mencari tahu siapa sebenarnya ilham. Ya, ya, sejak ilham curiga terhadap pembicaraan para tetangga, tentang nama galih yang selalu mereka juluki padaku. Dan ternyata baru ilham tahu sekarang bahwa ia adalah papa kandung ilham.
Sekitar sepuluh menit setelah aku bersama ibu, aku mencoba keluar dari ruangan rumah sakit yang ibu tempati. Sekedar untuk menghela nafas segar. Beberapa saat setelah aku keluar, dari jauh aku lihat papa galih duduk termenung, matanya terarah pada satu ukiran nama yang da didekat tempat duduk dibawah pohon yang biasa ditempati penunggu pasien. ZARA, tenyata nama itu yang mulai dari tadi papa pandang. Aku tidak tahu ada apa dengan nama itu, tanpa berpikir panjang aku menghampiri papa, aku duduk disampingnya.” Pa, ada apa dengan papa?” aku mencoba belajar menyiapkan hati sebagai tempat ia berbagi, meski aku tahu hatiku masih sedikit merasakan sakit karean kejadian itu. Tapi sudahlah aku sudah tak trlalu memikirkan hal itu., karena akupun sudah tahu apa alasannya kenapa mereka berbuat seperti itu padaku.” Papa hanya ingat kejadian beberapa tahun lalu ham. Tepat saat kakakmu masih ada didunia ini, saat ia masih sempat memberi senyuman terindahnya pada dunia “jawab papa sambl menetekan air matanya. “kakak? Maksud papa ilham punya kakak gitu ?” tanyaku heran, karena sungguh aku tak pernah mendengar cerita tentang yang satu ini. “ia nak , kamu punya kakak. Ardian, itu namanya, nama yang papa berikan sebelum ibumu sakit parah. Memang papa bersyukur karena dia masih sempat bisa menemani kami“ aku semakin tak mengerti kenapa papa ngomong kayak gitu. ” memangnya kakak sekarng kemana? “dia meninggal ham, tepat saat kamu berumur satu bulan. Sebelum dia meninggal karena kecelakaan, dia sempat bermain dibawah pohon itu sambil mengukir namanya, hampir tiap hari dia ikut papa kesini untuk nganterin ibumu control kesehatan” tiba-tiba air mataku ikut mengalir, aku serasa merasakan sakit yang telah mengusasai diri papa. Beranjak, aku mencoba menghapus air mata papa. Aku memeluknya. “ pa, ilham harap papa sabar, kasihan ibu jika melihat papa terus-terusan seperti iini. Ibu butuh papa untuk selalu ada disampingnya. Akhirnya papapun menghentikan air matanya. Kami beranjak, lalu membawa ibu pulang kerumah setelah papa membayar semua keuangan perawatan ibu dirumah sakit.
***
Setelah tiga bulan aku ada di Australia, akupun hidup bahagia dengan mereka. Kedua orang tua kandungku. Meski aku tau, dihatiku masih terukir jelas nama ayah fahri dan ibu zainab, dua orang yang slama ini telah mengajariku banyak hal. Termasuk bagaimna cara menghargai orang yang lebih tua, bahkan cara mencintai sesame manuasia, “trimaksih ya ma”.
20 Agustus 20018, papa Galih mengabari satu hal yang membuat aku tak mampu berkata apa-apa. “ ibu zainab meninggal dunia”. Itu kalimat yang kelaur dari mulut papa. Aku tak percaya, sungguh tidak mungkin semua ini terjadi dengan cepanya. Menepis keraguanku, aku mencoba hubungi ayah fahri, trnyaa tak diangkat. Sampai beberapa kali tetep tak ada jawaban.
Aku lari kelaur rumah, mencari taksi yang akan mengantarkanku ke bandara. Papa mengejarku, aku tak peduli, dan iapun berhenti berlari. Setelah penerbangan ke Indonesia tiba, akupun cepat mendatangi rumah ayah fahri. Kulihat banyak orang yang berdatangan. Dipojok rumah aku lihat ayah fahri menangis. Aku menghampirinya. Iapun bercerita banyak tentang keadaan ibu zainab sebelum meninggal. Air mataku mengalir deras, aku ingat segala hal yang beliau berikan padaku. Tentang pelukannya yang hangat, dan kasih sayangnya yang tak bisa dibandingkan dengan siapapun, aku ingat semua it. Aku memeluk ayah fahri, seperti ia memelukku saat aku menangis ketakutan, saat aku merasa sedih karena tak ada yang sudi beteman dengaku. Tepatnya saat aku berada disisi mereka, saat kenyataan belum mengantarkanku pada perpisahan dari sisi mereka.
Beberapa menit kemudian Alhamdulillah ayah fahri sedikit mampu menghapus air matanya, lalu setelah itu kami menuju ke jenazah ibu zainab. Aku buka tutup wajahnya, aku menciumnya sehangat ciumannya dulu.ada setetes air mata yang keluar dari matanya. Aku semankin menagis tersedu. Aku ingat betul, ketika ia melarangku untuk menangis, aku ingat ketika ia selalu mengajakku tertawa untuk menepis sedihku. Aku tau ia orang yang begitu tegar, jujur selama aku hidup dengannya. Aku tak pernah melihat ia mengucurkan air matanya. Kecuali sekarang, saat ia telah benar benar pergi meninggalkanku. Meninggalkan setiap kenangan sat bersamaku.
Jam 13.35 wib . ibu zainab selesai dimakamkan. Aku dan papa fahri pun meninggalkan pemakamann. Sangat sakit bila aku sadar ternyata ayah fahri tinggal sendiri. Aku tahu dia bakal kesepian, sebagai balas kasihku aku akan pamit pada ibu kandungku sendiri. Aku yakin beliau pasti berhenti akan keputusan ini.
Semua setuju. Dan akupun tinggal bersama ayah fahri lagi. Alhamdulillah setelah bebrapa bulan dari duka itu, kamipun kembali menjalani hudup dengan bahagia.
Aku dan setiap apa yang kau ajarkan padaku
Adalah amanat yang akan aku jaga dengan baikMenjaganya dengan instrument cinta dan
Kerinduan….
Tepatnya pada kalian yang telah membuatku
Mengerti apa itu sebenarnya cinta sejati ..
(ayah fahri, ibu zainab, papa galih, ibu salma)Cintaku adlah cinta yang mengikuti setiap langkah kalian ….
“aku, orang yang tak pernah merasakan manis, asinnya kehidupan”.
0 Comments